Rasanya uda lama kali gak nulis di sini. Keliatan kali mau nulis aja kalo ada bahannya hehe. Jadi yang mau dibahas itu adalah, it's obvi...

We Finally Moved from South Korea



Rasanya uda lama kali gak nulis di sini. Keliatan kali mau nulis aja kalo ada bahannya hehe. Jadi yang mau dibahas itu adalah, it's obvious from the title, PINDAHAN! 




Beneran yak, kalo cerita tentang diri sendiri itu ngetiknya bisa cepeeeeettt hahahah. Ini kepalaku dari tadi uda kayak ngasih tau -- Eh habis nulis yang ini, coba tulis yang itu deh -- kykakakak. Tapi sebenarnya aku selalu berusaha untuk bisa nulis hal-hal yang lebih menarique dan bermanfaat untuk orang-orang. Topik-topik yang uda ku plan tinggal mulai diriset dan ditulis aja. Cuma ya ituuu, nulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri rasanya lebih effortless haha. Yang sini doyannya curhat soalnya wkwk.


Balik lagi yok ke cerita pindahan tadi hehe.


Pindah kemana kah gerangan dan mengapa pindah? 


Aku dan keluarga akhirnya pindah dari Korea Selatan ke Kanada. Setelah hampir 10 tahun di Korea Selatan, gitu tau bisa pindah rasanya bangga sama diri sendiri dan seneng. Aku selalu bilang ke diri sendiri dan semua orang yang tanya, kalo aku gak mau ngabisin waktuku sampe 10 tahun di Korea. Kenapa? Karena aku ngerasa aku masih mau coba hal-hal baru lagi. Aku mau coba kerja di industri yang sesuai dengan bidang penelitianku. Aku pingin explore tempat-tempat baru, ketemu orang-orang baru dengan suasana yang baru, dan hal-hal baru. Dan 10 tahun di Korea itu adalah waktu yang cukup lama. Gak pernah nyangka aku bisa bertahan segitu lama di Korea. Tapi kadarullah dan alhamdulillah all stories passed. Bisa keluar dari Korea berarti doa dan mimpi yang terkabul. 


Di Korea Selatan ngapai aja?


Aku mau coba flash back dulu deh, boleh ya. Awal ke Korea itu tahun 2013. Tujuannya adalah sekolah S2. Di tiga bulan pertama, rasanya pingin pulang terus. Aku inget, sempet beberapa kali ngerasa kok susah banget belajar di Korea. Ngimbangi cara kerja dan belajarnya orang-orang Korea itu kok berat ya. Jadi, dititik itu, aku justru mengerdilkan mentalku sendiri. Oh jelas, di bulan pertama dan kedua itu memang kayak mimpi bisa ke Korea. Tapi masuk bulan-3, mulai terasa, sebenarnya ke Korea itu ngapain maksudnya. Alhamdulillah bisa tamat S2, walau agak lelet 1 semester. Sejak tamat S2, bahkan sebelum bener-bener lulus, aku uda mulai cari-cari kesempatan S3 ke luar Korea. Punya pikiran, pokoknya Korea adalah opsi terakhir untuk S3. Aku pernah cerita di blog ini, kalau aku sempet diterima S3 ke UK. Gak ku lanjutin. Karena gaada beasiswanya. Akhirnya, balik lagi ke opsi terakhir, karena memang supervisorku uda nawarin juga untuk lanjut S3 di lab nya. Ternyata, betul euy, beban S3 itu rasanya lain banget. Aku ngalami titik terendahku pas sedang S3. Tapi ngalami turning point nya juga pas di S3. Pokoknya, lanjut S3 itu adalah salah satu keputusan terbesarku. Singkat cerita, lulus defense S3. Terus lanjut lagi Post-doc hampir 2 tahun. Jadi, proses cari-cari tempat untuk pindah setelah S3, baru bisa dimulai lagi di tahun pertama masa postdoc.


Kapan mulai kirim-kirim lamaran kerja?


Sebelum dinyatakan bener-bener tamat S3, aku sebernarnya uda mulai ngelempar lamaran-lamaran kerja. Cari-cari info dari LinkedIn dan ResearchGate secara umum. Tanya-tanya info loker kesana-sini. Yang penting segera dapat kerja aja waktu itu mikirnya, kalau bisa sebelum lulus uda dapat satu tempat untuk melanjutkan hidup. Gak terhitung berapa banyak lamaran yang ku kirim. Perkiraanku lebih dari 200 atau 300san gitu kali. Edan memang. Tapi yang dipanggil interview cuma beberapa. Mental ku juga sempat down. Ada pertanyaan-pertanyaan naluriah tentang diri sendiri: Am I a fraud? Am I that bad? Why no company wants to hire me? What's wrong with me? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang buat aku makin ngersuak self-esteem ku. 


Kenapa gak balik ke Indonesia aja untuk bangun Negeri?


Akutu berharapnya langsung dapat satu di luar Korea dan bukan di Indonesia. Mindset dari awal uda gitu hehe. Maaf ya. Tapi alasannya adalah karena pingin coba ke industri dulu dengan bidang riset yang sama. Di Indonesia waktu itu belum ada perusahaan yang punya R&D di Video Coding. Kalau sekarang kurang tau. Kalau akhirnya di Indonesia, ceritanya menurutku akan begini: lamar ke Indonesia, mau-atau enggak, posisi yang paling sesuai itu ya ngedosen untuk lulusan S3. Ada orang memang yang bisa ke industri juga, tapi aku yakin pasti karena memang kerjaannya sesuai dengan apa yang dikerjakan waktu S3. Atau seenggaknya masih related. Bagiku, jadi akademisi rasanya cukup dulu deh, uda tau feel nya akan seperti apa, jadi ngedosen nanti dulu deh. S2 dan S3 kyak uda mati-matian di Kampus, ibaratnya. Jadi, akademisi nanti dulu deh, pikirku. Lulusan S3 luar negeri, trus ngelamar dosen ke Indonesia, insyaallah ada aja jalannya. Dan prosesnya mungkin bisa sangat cepet. Ibaratnya kalau mau PD-PDan, insnyaallah ada aja yang mau nampung. Sementara aku mikirnya masih mau nguji kemampuan diri sendiri. Sebisa apa aku kalau terlempar ke industri dengan bidang riset yang sama. Karena memang masih mau cari pengalaman industri dibidang risetku sendiri. Kalau suatu saat balik ke Indonesia dan pada akhirnya akan ngedosen, seenggaknya yang ku ajarkan gak teori muluk. Ada tambahan pengalaman dan knowledge yang bisa dibagikan ke orang lain. Berharap bisa dapat pembanding dari dua sisi dulu sebelum bisa terjun lagi ke akademik. Pun gitu, aku tetep kirim lamaran ke kampus-kampus di Indonesia kok. Dan bener aja, 3 universitas top 5 nya Indonesia, berani nyiapkan kontrak kerja untuk ku. Tapi waktu itu, aku masih mau terus coba cari yang lain. 


Kalau di Korea, ada gak perusahaan yang sama dengan bidang penelitiannya?


Kalau di Korea ada, misal Samsung, LG, SK, KT, ETRI, dan lain-lain. Tapi mereka minta spek setinggi gunung Seoraksan. Ada satu perusahaan start-up di Korea yang sempet ngundang interview, tapi kemudian gagal. Gak rejeki. Kemudian setelah gagal bertubi-tubi ini, aku datang ke supervisorku, tanya posisi postdoc di Lab ada atau enggak. Atau ada gak di circle nya yang butuh postdoc. And I was so lucky to be selected as a postdoc researcher at KAIST. Thanks to my supervisor. From him, I finally landed my first Job ever after Ph.D. Walau masih di dunia akademisi. Well, that's OK; at least it was not a teaching position cos if it was, I would not know if I was ready for it. I probably would take it anyway, but just to get my life going. But I was fortunate; the postdoc that I got was only for research. And honestly, it was fascinating and ejoyable. There were ups and downs, of course, but overall, my postdoc experience was beautiful. 


Kalau bukan ke Korea dan Indonesia, memang maunya dapat kerja dimana sebelumnya?


Aku mikirnya, kemana aja deh, yang penting jangan di Korea dan Indonesia dulu hahah. Well, untuk bidang-bidang penelitianku, perusahaan yang banyak itu ada di Eropa, US, China, Taiwan, dan Korea sebenarnya. Sebelum bener-bener lulus Ph.D dan dapat posisi Postdoc di KAIST, aku sempet coba dulu ke beberapa perusahaan di German, Finland, Belgium, France, US, China, dan Taiwan. Tapi semuanya gagal. Kalau yang di China dan Taiwan, spek yang mereka minta gak terlalu cocok dengan background ku, karena mereka mintanya hardware designer untuk video codec. Dan untuk perusahaan di luar Asia, mereka masih very welcoming untuk ngundang interview. Walau pada akhirnya gagal, but that's OK, karena prinsipnya memang ngelempar anak pancing lamaran kerja sebanyak-banyaknya. Gagalnya kenapa, aku kurang tau. Ada beberapa yang literaly menggagalkan aku setelah interview, tapi what makes me happy at that time was some of the companies I applied, they rejected me due to other circumstances, like Covid and Visa process. Not necessarily because I am not good at what I am doing. Ini naikkan kepercayaan diri lagi. Mungkin aku di interview di waktu yang kurang tepat. Dan aku cuma punya passport Indonesia yang kemana-mana harus urus visa untuk bisa pindah negara. 


Oh, aku perlu cerita ini. Jadi sebelumnya aku sempat apply ke perusahaan tempat aku kerja sekarang, tapi untuk kantor cabang di Rennes, Prancis. Aku masuk ke short listed mereka, dan ikut proses interviewnya dari awal sampe akhir. Prosesnya panjang, sampe sebulanan kalo gak salah untuk interviewnya sendiri. Kemudian hasilnya baru dikabari hampir dua bulan selanjutnya. It was a bad news though. Kemudian, akhirnya aku kerja di KAIST berkat supervisor PhD ku. Setelah di KAIST sekitar 3 bulanan, aku kaget pas tim dari perusahaan ku ini ngontak aku lagi, dan ngundang untuk diinterview lagi. Waktu itu covid uda mulai turun dimana-mana, karena uda ada vaksin dan lain sebagainya. Tapi aku tolak, karena aku baru join di KAIST, jadi aku ngerasa mau coba belajar di KAIST dulu untuk batu loncatan. Setelah hampir setahun di KAIST, aku coba cek lagi lowongan di perusahaan ku, ternyata posisinya belum terisi, atau mereka sedang cari talent baru aja lagi. Aku coba apply lagi, cuma kali ini untuk kantor cabang mereka yang di Kanada. Aku diiterview dengan manager dari Kanada, jadi aku gak mentioned apapun soal interview history, kuatir hasilnya malah gak mulus. Tapi somehow akhirnya managerku tau, dan aku ketemu lagi dengan tim interviewer yang sama dengan tim yang nginterview aku waktu coba ke cabang Rennes. Di sini aku baru dapat info kenapa mereka nolak lamaranku waktu itu. Jadi, alasan utamanya karena covid. But I was so lucky pas diinterview untuk ke Kanada. Prosesnya cepet banget jadinya. Beberapa interview diskip, karena ada interview history waktu itu. Dan ini alasan kami pindah ke Kanada sekarang. Cerita selanjutnya aku kayknya akan cover cerita-cerita seru tentang Kanada lebih banyak. hehe...

0 comments:

Thank you for visiting my page. If you want to leave your track, please being a clever tracker and do not leave this page with any violent content.

Cheers