Teringat, dulu bareng temen dekat, kami sering ejek-ejekan: "Sebenarnya mau jadi apalah kau nanti?" Candaan pas skripsian. Sekarang aku baru bisa menerjemahkan candaan itu. Aku ternyata jadi orang yang sering pindah-pindah. Sampe, sempat pernah dapat komentar: "Enaklah ya pindah-pindah terus hidupmu."
Pindah dan tinggal ke luar negeri itu bisa memicu beragam perasaan dan emosi. Sebut aja seneng, frustrasi, bisa jadi lebih percaya diri, dan beragam masalah psikologis yang lain. Tapi sejatinya, "pindah" itu bisa jadi sebuah pilihan. Walaupun gak melulu harus ke negara lain.
Dari semua alasan yang mungkin, kebanyakan orang mutuskan untuk pindah ke negara baru disebabkan karena peluang baru, karir baru, dan untuk kehidupan baru. Sebagian orang juga beranggapan bahwa pindah itu untuk -move on- dari masa lalu dan menata karakter diri lagi. Ya... sekedar untuk menata hidup. Tapi yang jelas, setiap kali ber-pindah, semuanya berubah. Semua beda. Dalam artian, kita [terkadang] dipaksa atau memaksa diri untuk belajar dari titik terbawah. Dan itu gak nyaman. Kangen orangtua dan keluarga. Kangen ini, itu, banyak! Tapi semua ditahan. Makanya, pindah bisa menempah cara pandang orang, merubah pembawaan diri, atau bahkan juga mungkin merubah cara orang bicara.
Setiap orang punya masanya dan caranya sendiri untuk pindah. Kecil dengan orangtua, besar menikah, lalu pindah. Seenggaknya ini contoh yang paling mudah untuk menganalogikan "pindah" yang dimaksud. Adakah pilihan untuk gak pindah untuk kasus ini? Ada!
Tapi, ada satu hal yang gak akan pernah ada pilihannya, selain harus siap untuk pindah: Mati. Dimana pada masanya, apapun yang hidup di dunia, akan "berpindah". Mudah-mudahan allah selalu berkenan memberikan hidayahnya untuk kita semua yang masih terlalu sering berpindah-pindah. Aamiin